Dasar Hukum:
- Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun
2009
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan
Kegiatan Orang Pribadi
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK. 03/2008
tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang dapat Dikurangkan
dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan
Pengertian Pegawai Tetap
Pegawai tetap adalah pegawai yang
menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur,
termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur
terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai
yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang
pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut.
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
Penghasilan yang diterima atau diperoleh
Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak
teratur
Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
- Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari
perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
- Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah
- Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan
hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan
hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar
oleh pemberi kerja;
- Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang
berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang
berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
- Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (3)
huruf l Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh
pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan
dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada huruf b.
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal
21 Pegawai Tetap adalah Penghasilan Kena Pajak
Menghitung Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak bagi pegawai
tetap adalah sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP)
Besarnya penghasilan neto bagi pegawai
tetap yang dipotong PPh Pasal 21 adalah jumlah seluruh penghasilan bruto
dikurangi dengan:
- Biaya jabatan, sebagaimana dimaksud dalam pasal
21 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan;
- Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Biaya Jabatan
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor PMK-250/PMK. 03/2008, besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai
tetap ditetapkan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp
6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
adalah bagi:
- Wajib Pajak : Rp 15.840.000,-
- Tambahan status kawin : Rp 1.320.000,-
- Istri Bekerja : Rp 15.840.000,-
- Tambahan tanggungan
: Rp 1.320.000,- (Maksimal 3)
PTKP bagi Karyawati
Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku
ketentuan sebagai berikut:
- Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya
sendiri;
- Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk
dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan
sepenuhnya.
Dalam hal karyawati kawin dapat
menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat
serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima atau
memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri
ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi
tanggungan sepenuhnya.
Tarif Pemotongan PPh Pasal 21
Bagi Pegawai Tetap tarif PPh Pasal 21
adalah berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan
diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
- Penghasilan s.d Rp 50.000.000, tarif 5%
- Penghasilan s.d Rp 50.000.000 s.d. Rp
250.000.000, tarif 15%
- Penghasilan Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000,
tarif 25%
- Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif 30%
Ketentuan Penghitungan PPh Pasal 21
- Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus
dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak terakhir, tarif diterapkan
atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur
adalah jumlah penghasilan teratur dalam 1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua
belas);
b. Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat
tidak teratur, maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh salama 1 (satu)
tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan jumlah penghasilan
yang bersifat tidak teratur.
- Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk
setiap masa pajak adalah:
a. Atas penghasilan yang bersifat teratur adalah sebesar
Pajak Penghasilan terutang atas jumlah penghasilan teratur dibagi 12 (dua belas):
b. Atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah
sebesar selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang, atas jumlah penghasilan
tidak teratur dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas jumlah penghasilan
teratur
Pegawai Pindahan Baru
Dalam hal pegawai tetap mempunyai
kewajiban pajak subjektif terhitung sejak awal tahun kalender dan mulai bekerja
setelah bulan januari, termasuk pegawai yang sebelumnya bekerja pada pemberi
kerja lain, banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana dimaksud
pada angka (1) atau faktor pembagi sebagaimana dimaksud pada angka (2) adalah
jumlah bulan tersisa dalam tahun kalender sejak yang bersangkutan mulai
bekerja.
Pegawai Berhenti Bekerja
Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja
sebelum bulan desember dan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun
kalender yang bersangkutan lebih besar dari PPh pasal 21 yang terhutang untuk 1
(satu) tahun pajak, maka kelebihan PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut
dikembalikan kepada pegawai tetap yang bersangkutan bersamaan dengan pemberian
bukti pemotongan PPh Pasal 21, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah
berhenti bekerja.
Penghitungan PPh Pasal 21 Masa Terakhir
Sehubungan sudah tidak adanya lagi SPT
Tahunan PPh Pasal 21, maka besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa
pajak terakhir adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas
seluruh penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun
pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam
tahun pajak yang bersangkutan. Masa Pajak terakhir adalah masa Desember atau
masa pajak tertentu di mana pegawai tetap berhenti bekerja.
Pegawai Asing
Dalam hal pegawai tetap kewajiban pajak
subjektifnya hanya meliputi bagian tahun pajak, perhitungan PPh Pasal 21 yang
terutang untuk bagian tahun pajak tersebut dihitung berdasarkan penghasilan
kena pajak yang disetahunkan, sebanding dengan jumlah bulan dalam bagian tahun
pajak yang bersangkutan.
Tarif PPh Pasal 21 bagi yang tidak Mempunyai NPWP
(1) Bagi Penerima Penghasilan yang Dipotong
PPh Pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan
PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif
yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
(2) Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120 % (seratus dua puluh
persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang
bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
(3) Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang
bersifat tidak final.
(4) Dalam hal penerima penghasilan yang
telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak, PPh
Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21
yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak.
Saat Terutang PPh Pasal 21
(1) PPh Pasal 21 terutang bagi Penerima
Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya
penghasilan yang bersangkutan.
(2) PPh Pasal 21 terutang bagi Pemotong PPh
Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak.
(3) Saat terutang untuk setiap masa pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran
atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.
Sumber: http://www.klinik-pajak.com/
Sumber: http://www.klinik-pajak.com/